Jumat, 15 Agustus 2008

ALI SADIKIN & Pak Camat

Merinding rasanya tengkuk saya ketika menyaksikan nukilan sejarah yang disiarkan sebuah tv swasta, tentang ALI SADIKIN. Mantan Gubernur DKI Jakarta di era 70-an itu, yang akhirnya jadi anggota 'gerombolan paling dibenci rezim Suharto', Petisi 50, juga sesepuh pasukan baret ungu-Marinir, yang ternyata sampai mendekati usia tuanya sebelum meninggal masih tetap diperlakukan tidak adil.

"Barangkali yang paling menyedihkan ketika Bapak akan berangkat menghadiri sebuah undangan pernikahan, tetapi tiba-tiba saja batal. Padahal Bapak sudah berpakian rapi dan segera meluncur. Tiba-tiba telpon berbunyi meminta agar Bapak tidak datang keundangan itu. Rasanya sedih sekali barangkali ya," tutur BOY BERNARDI SADIKIN putera ALI SADIKIN.

Pilihan hidup lurus dan keras serta tanpa kompromi yang dipilih seorang ALI SADIKIN ternyata punya dampak bagi anak keturunannya. Untuk sebuah proyek, atau sekedar kredit dengan perbankan, BOY BERNARDI SADIKIN terpaksa menghapus nama belakangnya, agar kredit lolos dan dapat proyek.

Rasanya tak hanya itu, sikap lurus dan keras yang ditunjukkan Bang ALI demikian biasanya sosok ALI SADIKIN biasa disapa, yang pernah dirasakan anak-anaknya. BENYAMIN SADIKIN putera ALI SADIKIN yang lainnya, malah sempat diusir sang bapak saat bermain-main kekantornya diBalai Kota Jakarta kala itu.

"Saya malah diusir sama Bapak. Ini tempat kerja! Ada apa kemari!! Mau bantu kerja? Kalau nggak pulang sana!! Gitu Bapak bilang," cerita BENYAMIN SADIKIN.

Sekarang, jangankan anak Gubernur, keluarga setingkat Camat saja sudah bukan main 'kekuasannya' akan hak dan segala kebutuhan demi diri sendiri. Menikmati mobil fasilitas pemerintah, menambah jumlah pundi-pundi tabungan dan deposito. Bahkan bila perlu menambah berbagai fasilitas demi keluarga, anak dan kerabat sendiri juga jadi tren dikalangan mereka.

Inikah setelah 63 tahun kita merdeka? Inikah produk terdahsyat para pejabat dinegeri ini? Inikah trenseter yang wajib dilakukan abdi negara guna meningkatkan taraf hidupnya? Tapi tanpa memperdulikan rkyat? Membiarkan rakyat antri minyak tanah? Membiarkan rakyat menunggu berjam-jam untuk sekedar mendapatkan minyak goreng 5 liter?

"Ini bukan kutukan. Ini juga bukan atas kehendak Allah. Kita sendiri, bangsa ini sendiri yang merusaknya. Sehingga rakyat menderita!! ujar Bang ALI.(gong)

Tidak ada komentar: