Kalau prestasi cuma dinilai sebagai kewajiban karena sudah mengabdi pada pemberi gaji, cilaka 13 itu!!! Kemampuan, kapabilitas, kepandaian, ide-ide dan konsep dalam rangka memajukan sebuah perusahaan, akhirnya menjadi semacam jual beli. Berapa Anda menjual kepandaian Anda, perusahaan akan menggaji sesuai dengan harga kepandaian yang diukur dengan nilai-nilai rupiah. Uang. Hitungan uang.
"Wajib hukumnya, kalau sampeyan harus berprestasi. Karena perusahaan sudah memberi gaji tinggi. Bahkan tertinggi diantara perusahaan lainnya. Tapi kalau tidak berprestasi, tolong sampeyan jangan banyak ulah. Nurut saja!! Nggak usah protes-protes!! Apalagi berusaha membuat serikat pekerja. Nggak boleh itu!!!" kata seorang manager dengan mulut sesekali mencang-mencong.
Apa benar prestasi itu bisa diukur secara signifikan dengan gaji yang diterima oleh seorang pekerja?? Kok saya malah bingung. Apakah dengan gaji tinggi, kemudian pekerja wajib berprestasi?? Atau malah sebaliknya?? Berprestasi dulu gaji tinggi menyusul kemudian??
Bagaimana dengan mereka yang tidak berprestasi?? Mungkin saja ada beberapa pekerja yang memilih tidak berprestasi tetapi memiliki apresiasi terhadap kinerja serta kemampuan lebih handal mengadaptasi setiap persoalan atau tugas yang diberikan perusahaan??
Lalu bagiamana juga dengan pekerja yang memilih menjadi oportunis sejati?? Kepada pemimpin yang memegang kekuasaan pekerja tipe ini mengabdi dan menyerahkan hidupnya?? Sesekali, pekerja seperti ini melakukan aksi 'jilat-jilat' atau malah menambah pekerjaan dengan menjadi 'pembisik' sang juragan???
Prestasi bukan segalanya, tetapi segala prestasi tanpa visi.....Mbulet ya??(gong)
1 komentar:
he he he he he. Setuju Habisss!!!
Posting Komentar